22
May
Dibaca 7936 Kali
2022
Abu Raihan
Muhammad bin Ahmad Al-Biruni lahir pada 4 September 973 M di Kath, ibu kota
Khawarizm (kini wilayah Uzbekistan). Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni
lahir pada 4 September 973 M di Kath, ibu kota Khawarizm (kini wilayah
Uzbekistan). Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni lahir pada 4 September 973
M di Kath, ibu kota Khawarizm (kini wilayah Uzbekistan). Al-Biruni dikenal sebagai seorang
ilmuwan eksperimentalis. Ia melakukan penelitian ulang terhadap teori-teori
yang sudah ada dan berkembang untuk membuktikan kebenarannya. Misal teori Aristoteles
tentang penglihatan. Aristoteles meyakini bahwa penglihatan diakibatkan oleh
sinar yang memancar dari mata dan menuju suatu benda. Sementara, Al-Biruni
menyatakan bahwa penglihatan merupakan hasil pantulan cahaya pada benda yang
masuk ke mata. Al-Biruni juga
‘tidak terima’ dengan penemuan sebelumnya. Ia selalu menciptakan alat-alat baru
yang dianggapnya lebih canggih dari pada alat yang diciptakan ilmuwan
sebelumnya. Misalnya Abu Sa’id Sijzi telah menciptakan Astrolabe heliosentris
yang dinilai akurat. Namun Al-Biruni tetap membuat dan mengembangkan
Astrolabenya sendiri. Astrolabe yang diberi nama al-Ustawani tersebut tidak
hanya dapat mengukur gerak benda langit, tapi juga bisa mengukur lokasi-lokasi
di bumi yang sulit dijangkau seperti gunung.
Al-Biruni juga melakukan penelitian terhadap sesuatu ilmu pengetahuan
yang ‘belum pernah digarap’ oleh ilmuwan sebelumnya.
Salah satu sumbangsih
orisinil Al-Biruni adalah keliling bumi. Iya, Al-Biruni adalah orang pertama
yang menghitung keliling bumi. Ia melakukan hal itu pada abad ke-11, ketika
masih ramai perdebatan antara apakah bentuk bumi bulat atau
datar. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Menggali Nalar Saintifik
Peradaban Islam, Al-Biruni menggunakan pendekatan perhitungan trigonometri dan
memakai Astrolabe al-Ustawani buatannya sendiri untuk menghitung keliling bumi. Ada beberapa langkah yang ditempuh Al-Biruni
untuk mengukur keliling bumi. Pertama-tama, Al-Biruni meyakini kalau bumi itu
bulat. Dari sini kemudian ia mencari jari-jari bumi untuk mencari keliling
bumi. Al-Biruni cukup beruntung karena pada saat itu besaran phi (?) sudah
ditemukan ilmuwan sebelumnya, Al-Khawarizmi. Di samping itu, Al-Biruni
mengukur tinggi gunung yang merupakan sebuah titik permukaan bumi. Al-Biruni
mengukur tinggi gunung –disebutkan bahwa gunung tersebut berada di India atau
Pakistan- dengan menggunakan Astrolabenya. Caranya ia mengarahkan Astrolabenya
ke dua titik berbeda di daratan. Kemudian tangen sudutnya dikalikan dan dibagi
selisih tangen dua sudut tersebut dengan rumus trigonometri.
Al-Biruni kemudian mengarahkan Astrolabenya ke
titik cakrawala dan membuat garis imajiner 90 derajat yang menembus bumi.
Al-Biruni membuat segitiga siku-siku raksasa antara posisi dia berdiri, titik
horizon, dan inti bumi. Dikutip laman Owlcation, Al-Biruni mengetahui kalau
jari-jari bumi adalah 6.335,725 km dari penghitungannya. Sumber lain
menyebutkan kalau jari-jari bumi 6.339,9 km. Lalu kemudian Al-Biruni menggambar
bumi dalam dimensi dua yakni berupa lingkaran. Setelah mendapatkan data-data
tersebut, Al-Biruni menghitung keliling bumi dengan rumus keliling lingkaran.
Maka hasilnya adalah 40.075 km. Sementara penghitungan modern keliling bumi
adalah 40.075,071 km. Artinya penghitungan Al-Biruni hanya meleset 1 persen
dari penghitungan modern. Sementara dalam buku Menggali Nalar Saintifik
Peradaban Islam, perhitungan Al-Biruni tentang keliling bumi adalah 40.225 km.
Adapun penghitungan modern keliling bumi adalah 40.074. Dengan demikian
penghitungan Al-Biruni sangat akurat, yakni mencapai ketepatan hingga 99,62
persen dan hanya menyimpang 0,38 persen. Sebuah penghitungan yang sangat
mengagumkan mengingat Al-Biruni melakukannya pada abad ke-11. Pada era dimana
ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang secanggih seperti saat ini.
Pada saat itu, data tentang jari-jari dan potret bumi juga belum diketahui
seperti saat ini. Namun dengan menggunakan cara-cara nonkonvensional dan
kreatif, Al-Biruni akhirnya berhasil mengukur keliling bumi.
Di Istana
Ghaznawi, Al-Biruni menulis beberapa kitab monumental diantaranya Masamiri
Khawarizm (Revolusi Khawarizm), Tarikh al-Hind (Tarikh India), Penentuan
Kedudukan Tempat untuk Memastikan Jarak antar Kota, Kitab Pemahaman Puncak Ilmu
Bintang, al-Qonun al-Mas’udi, kitab Layl wa al-Nahar (Kitab Malam dan Siang),
Kitab Bahan Obat, dan lainnya.