22
May
Dibaca 25348 Kali
2022
Ir. Djuanda Kartawidjaja Lahir di Tasikmalaya, 14
januari 1911 beragama Islam atau bisa di panggil Djuanda Kartawidjaja merupakan seorang
politisi. Ia adalah Perdana Menteri Indonesia yang kesepuluh sekaligus
perdana menteri yang terakhir. Setelah itu, ia menjabat sebagai Menteri
Keuangan dalam Kabinet Kerja I. Sumbangsih terbesar yang pernah ia berikan
untuk Indonesia ialah adanya Deklarasi Djuanda tahun 1957. Deklarasi ini
menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara
dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI atau
lebih dikenal dengan negara kepulauan. Hal ini tercantum dalam konvensi
hukum laut United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS). Karena jasanya dalam memperjuangkan
pembangunan lapangan terbang sehingga dapat terlaksana, namanya diabadikan
sebagai nama lapangan terbang di Surabaya yaitu Bandara Djuanda. Tak hanya
itu saja, namanya juga dijadikan nama hutan raya di Bandung yaitu Taman
Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Djuanda merupakan anak pasangan Raden
Kartawidjaja dan Nyi Monat.
Djuanda menghabiskan masa-masa sekolah
dasarnya di Hogere Burger School (HIS). Kemudian ia pindah ke sekolah
untuk anak-anak Eropa, Eropa, Europesche Lagere School (ELS).
Setelah itu, ia melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeg
(THS) yang sekarang dikenal dengan nama ITB. Saat itu, ia mengambil
jurusan teknik sipil. Saat menjadi mahasiswa, ia juga aktif dalam
organisasi non-politik seperti Paguyuban Pasundan dan Muhammadiyah. Ia pun
sempat merasakan menjadi pimpinan sekolah Muhammadiyah. Kemudian, ia
bekerja sebagai pegawai di Departemen Pekerjaan Umum provinsi Jawa Barat. Djuanda merupakan seorang abdi negara serta
abdi masyarakat. Ia merupakan sosok pegawai negeri yang patut diteladani.
Setelah lulus dari TH Bandung, ia lebih memilih menjadi guru di SMA
Muhammadiyah yang gajinya hanya seadanya. Padahal, di waktu yang sama, ia
ditawari untuk menjadi asisten dosen di TH Bandung yang gajinya tentu
lebih besar.
Setelah empat tahun mengabdi
di SMA Muhammadiyah, ia mengabdi ke dinas pemerintahan. Kali ini ia
bekerja di Jawaatan Irigasi Jawa Barat. Setelah
Proklamasi, tepatnya tanggal 28 September 1945, ia memimpin para pemuda
untuk mengambil alih Jawatan Kereta Api dari Jepang. Setelah kejadian
tersebut, ia diangkat oleh pemerintah RI sebagai Jawatan Kereta Api untuk
wilayah Jawa Madura. Ia juga sempat beberpa kali menjabat sebagai menteri,
seperti Menteri Perhubungan dan Menteri Pengairan, Kemakmuran Keuangan dan
Pertahanan. Ia juga sempat menjadi anggota dalam Perundingan KMB. Ia
bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia.
Dalam perundingan ini, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Boleh dikatakan bahwa, Djuanda merupakan
seorang pemimpin yang luwes. Ia bisa bergabung dengan semua golongan baik
itu presiden, menteri ataupun masyarakat biasa. Pada 7 November 1963, Djuanda wafat karena
terkena serangan jantung. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.224/1963,
Ir. Djuanda diangkat menjadi tokoh nasional.